BUNGAH-MTs.1 News,-
Kemajuan teknologi berdampak bagi aspek kehidupan ekonomi masyarakat. Munculnya finansial teknologi dalam bentuk pinjaman online (Pinjol) memberikan kemudahan mendapatkan dana yang diinginkan dengan waktu singkat dan mudah prosesnya. Lantas mengapa banyak masyarakat terjerat kasus Pinjol?
Pinjaman online merupakan kekuatan kapitalis yang menawarkan berbagai kemudahan dan kecepatan pencairan dana yang menarik dan seolah harus menjadi kebutuhan penunjang gaya hidup konsumtif masyarakat modern.
Sehingga, pinjaman online tumbuh subur di tengah masyarakat dan banyak masyarakat terbelenggu dalam pusaran pinjaman online seolah tak pernah putus.
Kemudahan yang ditawarkan pinjaman online atau lebih dikenal masyarakat sebagai pinjol mendorong masyarakat memiliki gaya hidup lebih konsumtif. Sistem pinjaman berbasis teknologi ini menawarkan kemudahan yang tidak bisa disediakan pinjaman berbasis konvensional.
Kemudahan yang ditawarkan pinjol antara lain proses pengajuan mudah dan praktis tanpa melalui proses survei, serta pencairan dana pinjaman sangat cepat bahkan dalam hitungan menit setelah pengajuan.
Di satu sisi, pinjaman online juga memiliki banyak kekurangan yang sering lupa diperhatikan calon peminjam. Di antaranya; bunga besar, bunga berbunga serta jangka waktu pinjaman sangat singkat. Hal ini yang perlu disadari masyarakat jika tidak ingin terjerat pinjol.
Berbeda dengan pinjaman konvensional memiliki bunga cenderung rendah, dan jangka waktu panjang dalam pengembalian. Pinjol menerapkan bunga harian dan dengan waktu pinjaman sangat singkat, mulai dari jangka waktu mingguan hingga jangka waktu 6 bulan untuk dilunasi, sehingga cenderung memberatkan bagi peminjam yang meminjam dalam jangka waktu panjang.
Dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sampai Agustus 2022, telah mencatat jumlah penyedia pinjaman online ilegal sebesar 4.160 pinjol ilegal dan ada 106 pinjol legal sejak tahun 2018.
Pada akhir tahun 2021, OJK mencatat peningkatan jumlah transaksi pinjol mencapai 95,05 persen atau senilai 29,88 triliun dibandingkan tahun 2020. Peningkatan itu sangat signifikan ini disebabkan gaya hidup masyarakat konsumtif.
Sosiolog Universitas Airlangga, Prof. Bagong Suyanto, menjelaskan bahwa gaya hidup (life style) mencakup sekumpulan kebiasaan, pandangan dan pola–pola respons terhadap hidup dan yang paling utama untuk perlengkapan hidup.
Di antaranya; cara berpakaian, kerja, pola konsumsi, bagaimana individu mengisi kesehariannya merupakan unsur–unsur yang membentuk gaya hidup.
Gaya hidup konsumtif ditunjukkan masyarakat modern saat ini, sebenarnya tidak akan menjadi masalah ketika diimbangi dengan pendapatan yang sesuai. Namun, realitas saat ini konsumsi untuk gaya hidup lebih besar dan tidak diimbangi pendapatan.
Kondisi ini membuat masyarakat terperangkap dalam pusaran dan perkembangan gaya hidup. Masyarakat tidak berdaya dari cengkraman kekuatan kapitalis secara kreatif menawarkan produk–produk industri budaya yang menarik dan seolah harus menjadi kebutuhan konsumen.
Pinjol merupakan produk kapitalis menyugukan berbagai kemudahan administrasi dan kecepatan pencairan dana. Kemasan tersebut begitu kreatif serta menarik, sehingga membuat masyarakat terjebak didalamnya dan akan sulit keluar dari cengkramannya.
Dampak pinjol sangat mengerikan bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang tidak bisa melunasi pinjamannya saat jatuh tempo.
Kondisi ini sering terjadi pada masyarakat yang sudah terjerat pinjol, mereka akan pinjam di pinjol lagi guna melunasi pinjol satunya dikarenakan gaya hidup konsumtif.
Peminjam pijol pun harus berhadapan dengan debt collector yang cenderung menagih hutang dengan cara tidak etis dan menggunakan ancaman serta kekerasan.
Masyarakat yang terperangkap pinjol akan merasa tertekan dan depresi. Mereka tidak bisa berpikir secara logis dalam menyelesaikan permasalahan pinjolnya hingga rela mengakhiri hidupnya. Tidak kuat tekanan, dan teror debt collector.
Realitas ini, seharusnya bisa menjadi pembelajaran bagi masyarakat untuk bijak dalam menjalani kehidupan, sehingga tidak terjerat gaya hidup konsumtif. Terdapat beberapa cara bisa dilakukan masyarakat.
Pertama, selalu bersyukur. Mensyukuri apapun kondisinya membuat kita lebih menghargai kehidupan dan lebih menghargai apa yang kita peroleh serta tidak menginginkan hal lebih.
Kedua, lebih selektif memilih teman, lingkungan sosial memiliki pengaruh yang cukup besar bagi gaya hidup kita.
Ketiga, kita bisa menentukan skala prioritas, karena dengan mengetahui skala prioritas bisa menentukan dan membedakan mana yang bersifat kebutuhan serta keinginan.
Keempat, selalu fokus dan mencintai apa yang sedang kita kerjakan dengan mengembangkan kemampuan diri, dan melihat berbagai peluang di depan kita.
**(SR)