Oleh Nely Rahmatillah, M. Psi.
Gresik, Senin & Selasa, 2 & 3 Oktober 2023 – MTs Assa’adah 1 Gresik telah mengadakan sebuah workshop yang signifikan pada tanggal 2 dan 3 Oktober 2023. Acara ini menjadi semakin istimewa karena melibatkan kolaborasi antara MTs Assa’adah 1, MTs Assa’adah 2, dan SMP Assa’adah, yang semuanya merupakan bagian dari Unit Yayasan Pendidikan dan Pengembangan Qomaruddin (YPPQ). Workshop ini membahas topik yang sangat relevan, yaitu Konvensi Hak Anak (KHA), Satuan Pendidikan Ramah Anak (SRA), dan Disiplin Positif.
Kepala Sekolah dari MTs Assa’adah 1, Choirul Anam, S.Pd, Kepala Sekolah MTs Assa’adah 2, Senidi Arif, S.Pd dan Kepala sekolah SMP Assa’adah Drs.Nur Hamid, turut serta dalam acara ini, menunjukkan komitmen mereka terhadap peningkatan kualitas pendidikan di wilayah Gresik. Salah satu sorotan utama dari acara ini adalah pembacaan Deklarasi untuk Sekolah Ramah Anak, yang menjadi momen penting dalam mendukung pendidikan yang lebih baik dan inklusif.
Acara tersebut turut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting dalam dunia pendidikan dan agama di Gresik. Di antara mereka adalah Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Gresik, dr. Moh. Ersat, M.H.I, Kepala Dinas Pendidikan Gresik, Hariyanto, Kepala Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KBP3A) Gresik, Titik Ernawati, Kapolsek Bungan, Ndanramil Bungah, Pengawas Madrasah, Nurbayanah Ayu Kartika, Kepala Desa, Pemangku Pondok Pesantren Qomaruddin KH. Ala’uddin, dan Ketua Yayasan Pondok Pesantren Qomaruddin Drs. KH. M. Nawawi Sholeh, M. Ag.
Ketua Panitia, Nely Rohmatillah, M.Psi, mengungkapkan bahwa acara ini adalah hasil dari sinergi yang kuat antara tiga unit pendidikan, yaitu MTs Assa’adah 1, MTs Assa’adah 2, dan SMP Assa’adah, serta Yayasan Pondok Pesantren Qomaruddin. Para pemangku kepentingan yayasan ini memiliki komitmen yang tinggi untuk menjalankan pendidikan yang mendukung tumbuh kembang anak-anak dengan baik. Workshop ini diharapkan dapat menjadi prototipe bagi unit pendidikan lain di bawah naungan Yayasan Pondok Pesantren Qomaruddin.
Selain itu, Ibu Bekti Prastiyani, yang menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pendidik Berprespektif Hak Anak, turut menjadi narasumber dalam acara ini. Selama dua hari, Ibu Bekti Prastiyani memberikan materi yang relevan tentang pendidikan yang berfokus pada hak-hak anak dan perspektif yang mendukungnya.
Materi Bu Bekti ini diawali tentang Pentingnya Kebijakan Satuan Pendidikan Ramah Anak (SRA). Implementasi SRA pada sekolah harus didukung dengan komitmen kepala sekolah yang direpresentasikan Kebijakan. Tanpa kebijakan, SRA tidak dapat dilaksanakan, Kebijakan inilah yang nantinya akan menjadi landasan Yuridis dalam pelaksanaan SRA pada sekolah.
Selain itu, pelaksanaan SRA pada sekolah juga harus didukung oleh pemahaman yang baik tentang Konvensi Hak Anak (KHA). SRA pada dasarnya adalah pengejewantahan dari point point Konvensi hak anak khususnya hak pendidikan dan perlindungan dari kekerasaan selama pelaksanaan pendidikan. Materi di sampaikan dalam sesi 2 tentang Konvensi Hak Anak.
Materi ke 3 dalam acara ini adalah penjelasan mengenai Implementasi SRA. Kebijakan dan Pemahaman akan Konvensi Hak Anak, menjadi Pondasi dalam implementasi SRA. Implementasi SRA membutuhkan kesepahaman oleh semua pelaksanan pembelajaran dalam satu unit sekolah. Proses belajar mengajar dan aktifitas akademik lain, tidak hanya melibatkan pimpinan sekolah/madrasah saja, akan tetapi semua Guru dan Administrasi juga harus mampu merepresentasikan SRA dalam proses sehari hari.
Salah satu komponen penting dalam Implementasi SRA, menurut Ibu Bekti adalah disiplin ramah anak, oleh karenanya topik menjadi salah satu materi yang disampaikan pemateri. Realitanya siswa nakal, pasti selalu ada disekolah, namun penting bagaimana mendisiplinkan mereka dengan metode yang ramah anak dan tanpa menimbulkan kekerasan fisik, verbal maupun yang lain.
Materi berikutnya adalah LPKRA atau Lembaga perlindungan Khusus Ramah Anak. Untuk lebih memantabkan implementasi SRA, para pendidik dan Stakeholder dikenalkan dengan Lembaga Perlindungan Khusus Ramah Anak (LPKRA), karena tidak menutup kemungkinan terjadi pelanggaran hak anak dalam proses pendidikan. Oleh karenanya ada mekanisme harus ada lembaga sinergis dalam SRA yang mampu memberikan pemenuhan hak dan perlindungan khusus bagi anak termasuk mekanisme pengaduan untuk penanganan kasus di satuan pendidikan
Materi terakhir yang disampaikan ibu Bekti adalah mengenai standardisasi SRA dan LPKRA. Oleh karena itu, penting sekali memahami standardisasi SRA dan LPKRA dalam implementasi SRA di sekolah. Mengacu pada pada KHA dan standard pelayanan LPKRA, SRA akan dapat dilaksanakan dengan baik, pemahaman yang komprehensif terhadap Konvensi Hak Anak, alur pengaduan kekerasan anak, maka SRA akan berjalan sesuai koridor yang ditentukan. Sekolah tidak lagi menjadi menakutkan bagi anak anak karena bersih dari pelanggaran hak anak.
Namun demikian, SRA tidak hanya menekankan pada Guru dan pendukung pelaksanaan pembelajaran atau pendidikan yang harus memahami, namun orang tua, siswa juga harus memahami akan hak dan kewajibannya sehingga akan terwujud sekolah yang benar benar ramah anak.
Kata sanksi dan hukuman bahkan sistem poin negatif tidak lagi diberlakukan di Satuan Pendidikan Ramah anak, karena mendisiplinkan bukan memberikan rasa takut dan jera serta perendahan martabat anak. Namun lebih kepada bahagaimana Anak sadar akan perilakunya sendiri, bertanggung jawab atas perilakunya serta menghormati diri dan orang lain. Akhirnya kata hukuman dan sangsi diubah menjadi Komitmen dan Konsekuensi Logis. Serta sistem poin negatif diubah menjadi Sistem Poin positif ( selalu melihat dan menilai kebaikan anak) buka kesalahan anakWorkshop ini diadakan di Aula Yayasan Pendidikan dan Pengembangan Qomaruddin dan menjadi wahana untuk mendalami Konvensi Hak Anak, upaya menjadikan sekolah sebagai lingkungan yang ramah bagi anak-anak, serta penerapan disiplin positif dalam pendidikan.
Peserta workshop yang terdiri dari guru, kepala sekolah, dan staf pendidikan dari MTs Assa’adah 1, MTs Assa’adah 2, dan SMP Assa’adah aktif berpartisipasi dalam berbagai sesi diskusi dan berbagi pengalaman. Mereka berkomitmen untuk mengimplementasikan konsep-konsep yang mereka pelajari dalam lingkungan sekolah mereka masing-masing, dengan harapan dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih positif bagi anak-anak di Gresik. Workshop ini menjadi tonggak awal yang penting dalam mewujudkan visi pendidikan yang lebih inklusif dan peduli terhadap hak-hak anak.